Tripcle / Infos / Detail Tripcle

Bukan di Spanyol, Ini Perang Tomat di Bandung

Bukan di Spanyol, Ini Perang Tomat di Bandung
Perang tomat ala Lembang (Yudha/detikcom)

Bandung Barat - Perang tomat tidak hanya ada di Spanyol, tapi di Kabupaten Bandung Barat juga. Berawal dari kekecewaan petani, festival ini dapat ditemui di Desa Cikidang.

Petani di Desa Cikidang, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) punya cara tersendiri untuk mengobati kekecewaan akan anjloknya harga tomat di tengah panen yang berlimpah.

Kekecewaan itu mereka ungkapkan melalui Rempug Tarung Adu Tomat atau Perang Tomat yang digelar pada Minggu (13/10/2019). Saat ini harga tomat di tingkat petani anjlok hingga menyentuh Rp 500 per kilogram.

Festival ini mirip dengan tradisi La Tomatina yang digelar di Spanyol, yakni peserta saling melempar tomat. Bedanya, perang ini jadi ujung tombak warga dalam mengkritisi kondisi ekonomi yang buruk.

Para mojang yang tampil dengan seragam lengkap

Para mojang yang tampil dengan seragam lengkap (Yudha/detikcom)

Gelaran yang rutin dilaksanakan sejak tahun 2010 ini diawali dengan parade hasil bumi dan dilanjutkan dengan tarian pengantar perang oleh para mojang.

Para mojang itu membawa pelindung kepala, baju jirah, tameng dan amunisi tomat di atas nampan sambil melakukan tarian yang menawan.

Setelah itu, para jejaka yang menjadi gladiator mengenakan perlengkapan tersebut, sejurus kemudian melakukan aksi lempar melempar tomat yang diikuti oleh warga.

Anak-anak pun ikut serta

Anak-anak pun ikut serta (Yudha/detikcom)

Perang tomat dimulai! Satu ton tomat busuk dilempar ke sana-kemari, jeritan histeris saling bersahutan. Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun berani mengambil bagian dalam perang ini.

Sebagian ada yang berlari menepi menghindari hujan tomat, ada juga yang menunduk hingga terjatuh. Awak media pun tak lepas dari bom tomat yang datang dari arah tak terduga.

Aksi lempar melempar tomat ini berlangsung selama kurang lebih 15 menit. Ramai dan ricuh tapi tak mengundang dendam, semuanya terbawa dalam kegembiraan.

Usai perang, peserta saling berpelukan

Usai perang, peserta saling berpelukan (Yudha/detikcom)

Para petarung berpelukan seusai acara dan menari dengan iringan musik di atas panggung. Lalu mereka membersihkan diri di pancuran air bergantian.

"Ketika panen tomat seharusnya para petani itu merasa bangga, gembira dan bersyukur bahwa hasil panen tomat yang melimpah ruah itu akan menghasilkan keuntungan materi (uang) yang tidak sedikit," ujar penggagas acara, Mas Nanu Muda.

"Namun ternyata hasil panen tersebut tidak dapat dinikmati hasilnya bahkan cenderung dibiarkan hingga membusuk dan berserakan jatuh begitu saja di hamparan tanah," lanjut Mas Nanu.

Nanu mengatakan, modal saat proses tanam tak sebanding dengan pendapatan yang dihasilkan. Oleh karena itu, warga melakukan aksi protes yang dibalut dalam bentuk seni dan atraksi.

Bukan di Spanyol, Ini Perang Tomat di Bandung

Nanu Muda, sang penggagas acara (Yudha/detikcom)

"Mengingat penderitaan hal inilah, melalui seni yang dikemas diharap sedikit dapat membantu petani melepaskan penderitaan menciptakan sebuah kebahagiaan," ujarnya.

Nanu mengatakan, tomat yang digunakan adalah yang tomat busuk. Sisa-sisa tomat setelah gelaran dikumpulkan untuk dijadikan pupuk kompos bagi pertanian warga.

"Perang Tomat, hal ini berkaitan dengan makna ngeruat, yaitu membersihkan diri dari hal yang buruk, atau membuang sifat-sifat busuk yang ada dalam diri kita, atau dengan kata lain 'miceun rereged, geugeuleuh Keukeumeuh'," katanya.

Jadi tak perlu jauh-jauh ke Spanyol untuk menonton Festival La Tomatina atau perang tomat. Cukup ke Lembang di Bandung Barat saja traveler.

bandung-baratfestivallembangtomat

Berita wisata dan travel terkait

Lihat juga berita travel lainnya

Komentar

No results found.

Tulis Komentar

Math, for example, 45-12 = 33

Berita dan informasi terbaru

Berita Trending