Tanjungpinang - Layaknya masuk ke sebuah mesin waktu. Itulah yang akan traveler rasakan saat menjelajahi kawasan Kota Lama Tanjungpinang. Tak berubah meski zaman berganti.
Bangunan-bangunan bercat usang berjejer di sepanjang jalan. Penampakannya mirip antara satu sama lain. Lorong-lorong yang terbentuk antara satu toko dan toko lain tampak lengang. Tak banyak orang yang lewat pagi itu.
Meski kepadatan pengunjung tak begitu terasa, tapi suasana di sekitar kawasan tersebut masih terasa denyutnya. Roda kehidupan tetap berputar, meski tidak seramai tahun-tahun sebelumnya.
detikTravel bersama rombongan Hotel Aston Tanjungpinang berjalan-jalan di kawasan Kota Lama Tanjungpinang, pekan lalu. Meski tak seramai dulu, tapi berjalan-jalan di kawasan kota tua ini selalu menghadirkan nostalgia manis untuk diingat.
Foto: Wahyu Setyo Widodo/detikcom
Bagi mereka yang asli Tanjungpinang atau pernah tinggal di kota ini semasa kecil, setiap sudut kawasan ini pasti membawa memori tersendiri. Kenangan diajak jalan-jalan oleh orang tua di sekitar pasar lalu membeli makanan kesukaan, langsung muncul begitu menyusuri jalanan di kawasan ini.
Masih banyak toko-toko di kawasan ini yang menjual barang yang sama yang mereka jual sejak puluhan tahun silam. Mulai barang-barang kebutuhan pokok, ikan asin, hingga mainan anak-anak juga ada.
Pun demikian dengan kedai-kedai makanan di kawasan ini. Rasanya sejak puluhan tahun yang lalu juga tetap sama. Apa yang mereka jual dan apa yang dipesan orang juga tak banyak yang berubah.
Foto: Wahyu Setyo Widodo/detikcom
Hubungan Harmonis Warga Tanjungpinang
Dahulu, kawasan ini ramai karena dekat dengan pelabuhan. Banyak pedagang yang membuka kios dan akhirnya pasar pun tercipta. Perlahan-lahan, perkampungan juga mulai terbentuk di sekitarnya.
Banyak etnis berinteraksi di kawasan ini. China-Melayu-India-Arab saling menjalin relasi, baik dalam hubungan di bidang perdagangan maupun kemasyarakatan.
Akibatnya, hubungan harmonis tercipta di antara etnis-etnis ini. Tak ada mayoritas-minoritas. Yang ada hanyalah akulturasi di semua lini, baik dari segi kebudayaan, kuliner maupun kehidupan sehari-hari.
Foto: Wahyu Setyo Widodo/detikcom
Di depan tokonya, para tauke (juragan) duduk dengan setia menanti pembeli. Meski zaman berganti, mereka tetap percaya pembeli akan datang. Karena kesetiaan tak akan bisa dibeli dengan uang. Pelanggan yang setia adalah aset yang harus dijaga.
Pagi itu, Kota Tua Tanjungpinang memberi saya pelajaran. Meski masa jayanya telah lewat, tetapi kenangan tidak akan bisa terganti. Kenangan yang terawat akan tetap abadi, meski zaman datang silih berganti.
Komentar
Tulis Komentar