Tasikmalaya - Sekilas, Kampung Naga di Tasikmalaya mengingatkan kita akan Desa UNESCO Shirakawa-go di Jepang. Namun, Kampung Naga tentunya tak kalah unik.
Apabila berwisata ke Tasikmalaya di Jawa Barat, Kampung Naga tentunya wajib kamu masukkan dalam itinerary kamu. Selain masih otentik, Kampung Naga juga menyajikan pemandangan yang hijau dan menyejukkan. Cocok buat kamu yang mau menyepi sejenak.
Berlokasi di Desa Neglasari, Salawu, Tasikmalaya, Kampung Naga menjadi contoh bagaimana upaya menjaga peninggalan leluhur dengan baik. Tak jauh berbeda dengan Urang Kanekes di Badui Dalam.
Berkunjung ke Kampung Naga hari Minggu pekan lalu (8/3/2020), detikcom serta rombongan Komunitas Jelajah Budaya (KJB) pun sempat merasakan syahdunya kampung adat yang terletak di lembah ini. Aksesnya pun terletak di antara jalan utama Garut dan Tasikmalaya.
Panorama pemukiman warga dari ketinggian (Randy/detikcom)
Tiba di lokasi, pengunjung pun harus terlebih dulu melakukan registrasi di kantor koperasi yang terletak persis di area parkir kendaraan. Setelah daftar, pengunjung juga diminta donasi seikhlasnya untuk jasa berkunjung serta pemandu lokal.
Dari area parkir, perjalanan yang sesungguhnya menuju Kampung Naga dimulai melalui ratusan anak tangga yang menurun ke bawah. Menolak modernisasi, warga Kampung Naga memang masih hidup seperti apa adanya.
Setengah perjalanan, tampak jelas deretan rumah tradisional yang berjajar di lembah nan hijau dari ketinggian. Deretan rumah yang beratap segitiga pun mengingatkan akan Desa Shirakawa-go di Jepang. Di satu sisi, sungai dan hamparan terasering khas ala Bali juga mempercantik kampung adat tersebut.
Setelah sekitar 10 menit perjalanan menurun dari gerbang utama, sampailah traveler di Kampung Naga. Tiba sore hari setelah hujan, suasana pun kian syahdu dan menenangkan.
Suasana yang syahdu dan hijau (Randy/detikcom)
Di Kampung Naga, kami pun diantar langsung menghadap tetua adat yang bernama pak Maun. Sambil membuat kerajinan dari bahan kayu dan bambu, pak Maun bercerita pada kami perihal sejarah kampungnya.
"Ini dari nenek moyang. Di sini tidak menerima listrik, pakai minyak tanah," ujar pak Maun.
Perihal nama, Pak Maun mengaku kalau tak ada yang spesial soal itu. Diketahui, namanya diambil dari bahasa sunda yang mengikuti kontur kampung.
Pak Maun, tetua adat di Kampung Naga (Randy/detikcom)
"Tidak ada kaitannya dengan ular apalagi naga. Tebing jadi nagawir (bahasa sunda)," ungkap pak Maun.
Lebih lanjut, Pak Maun mengatakan ada sekitar 113 rumah di Kampung Naga termasuk bale dan masjid. Jumlah penduduknya ada sekitar 296 orang. Namun, tak ada sarana pendidikan di sana.
Mayoritas warga pun berprofesi sebagai petani hingga pengrajin. Mereka pun punya enam tradisi budaya yang masih dilakukan hingga saat ini di momen-momen tertentu.
Selain bisa mengenal lebih dekat budaya warga di Kampung Naga, traveler juga bisa membeli sejumlah buah tangan yang mereka jual dengan uang tunai. Oh iya, traveler juga diperkenankan memotret. Hanya saja tidak semuanya, ada beberapa larangan yang harus dipatuhi.
Berkunjung ke Kampung Naga pun mengajarkan kita, bagaimana hidup arif dan selaras dengan alam dan tradisi leluhur. Tiada listrik atau gadget, tapi ada alam yang memiliki segalanya. Mampirlah jika datang ke Tasikmalaya.
Komentar
Tulis Komentar