Tripcle / News / Detail Tripcle

Sedih, Taman Bacaan Garuda yang Legendaris di Cimahi Akan Ditutup

Sedih, Taman Bacaan Garuda yang Legendaris di Cimahi Akan Ditutup
Foto: (Whisnu Pradana/detikcom)

Cimahi - Taman Bacaan Garuda yang melegenda di Cimahi, Jaw Barat akan segera gulung tikar. Karena kurangnya peminat datang dan membaca buku di sana.

Ribuan judul buku genre fiksi macam novel dan komik-komik berderet dan tersusun rapi pada sebuah rak setinggi 4 meter. Inilah pemandangan di dalam rumah milik Suparman Siswodiharjo (70), di Gang M. Ardjo, Jalan Jenderal Amir Machmud, Kota Cimahi.

Rumah tersebut dijadikan sebagai taman bacaan oleh sang empunya rumah, sejak tahun 1990-an. Taman Bacaan Garuda namanya. Tempat anak-anak Cimahi zaman dulu menghibur diri usai kesibukannya sebagai pelajar. Sebelum pindah ke Cimahi, ia memulai usaha taman bacaan sejak 1982 di kawasan Bandung.

Di taman bacaan itu pula, lahir kenangan serunya membaca buku yang tak mampu dibeli sendiri, sambil bercengkerama bersama sobat. Sejak siang hingga sore, komik semacam Detective Conan, Flame Of Recca, Prince of Tennis, serta aneka novel.

Namun, para pelanggan harus bersiap patah hati. Pasalnya, beberapa tahun belakangan, penurunan pengunjung dan minat baca masyarakat terasa sangat kentara. Dalam kurun 2 tahun terakhir dirinya juga mengaku sudah mulai kesulitan menambah koleksi buku. Hingga akhirnya tercetus opsi untuk tutup karena tak ada modal.

"Tapi masih tetap saya jaga dan rawat semuanya. Soal urutan dan tata letak saya masih hafal, dirawat terus sambil dibaca-baca juga. Sudah 1 sampai 2 tahun nggak belanja novel karena memang peminatnya jauh berkurang," ujar Suparman saat ditemui di kediamannya, Kamis (27/2/2020).

Suparman akhirnya menawarkan keseluruhan koleksinya yang mencapai 20.000 lebih buku seharga Rp 75 juta dengan rata-rata harga per buku Rp 4 ribu. Dirinya berharap ada orang dengan kelebihan harta yang bisa membeli semua koleksinya.

Suparman Siswodiharjo

Suparman Siswodiharjo Foto: (Whisnu Pradana/detikcom)

Meskipun niat itu terkadang sempat ingin diurungkan. Baginya, buku-buku itu merupakan warisan dan harta berharga selain keluarga.

Minimnya minat baca masyarakat berimbas pada lesunya kunjungan ke taman bacaan, termasuk Taman Bacaan Garuda. Hingga Suparman memutuskan untuk melepas semua bukunya. Dia tak menyalahkan dampak globalisasi atas meredupnya minat baca.

"Bapak mau berhenti, sudah nggak kuat. Anak sekarang sudah tidak baca buku ini. Sebetulnya ini bukan persoalan saya saja, semua yang berkecimpung di dunia buku juga mengalami termasuk toko buku besar," katanya.

Sebetulnya, ia masih berkeinginan menambah koleksi bukunya, tapi sadar dirinya mengalami keterbatasan dana. Padahal, ia sering menemukan komik keluaran terbaru yang dijual seharga Rp 5.000. Godaan yang tak tertahan.

"Wah tertarik tuh, kalau dihitung dengan modal segitu satu kali penyewaan juga sudah kembali modal. Tapi saya mikir, memangnya ada yang baca jadi keinginan itu dikubur dalam-dalam," ucapnya.

Sedih, Taman Bacaan Garuda yang Melegenda Akan Ditutup

Foto: (Whisnu Pradana/detikcom)

Awal mula dirinya terpikir untuk menyewakan novel dan komik koleksinya itu lantaran ia adalah sosok yang gemar membaca. Total, ada sekitar 20 ribu koleksi komik dan novelnya yang dipajang dan tersedia untuk dibaca dan disewa.

"Berawal dari hobi baca, akhirnya buka taman bacaan. Awalnya koleksi buku cerita tradisional, silat, komik Indonesia. Masuk 1992 ramai komik jepang, sekarang komik dari cerita Korea juga punya," bebernya.

Medio tahun 1990-2010, persewaan komik dan novel dengan konsel taman bacaan menjadi bisnis yang menjanjikan. Judul-judul komik dan novel terbitan baru, hampir selalu tersedia di taman bacaan tersebut. Harga sewanya cukup terjangkau, tak sampai mencekik uang saku para pelajar kala itu.

"Sewanya itu murah, 10% untuk komik dan 20% untuk novel dari harga buku. Misalnya dulu komik seharga Rp 7.000, berarti sewanya Rp 700. Lama waktu sewa biasanya seminggu, tapi fleksibel karena penyewa sudah pada kenal. Dulu yang sewa banyak, mau masuk juga sampai harus bergiliran karena tempatnya sempit," ucapnya.

Saat ini, mereka yang masih datang ke Taman Bacaan Garuda, kebanyakan remaja-remaja kelahiran 90-an dan juga pelanggannya sejak lama. Sangat jarang pelajar milenial yang datang, bahkan mungkin tidak tahu Taman Bacaan Garuda itu ada.

Ajat Sudrajat (37), seorang pelanggan tetap Taman Bacaan Garuda sejak tahun 1995, mengaku sedih karena tempat kenangannya itu bakal segera tutup karena tak ada pelanggan. Padahal dulu, ia setiap hari menghabiskan waktu di antara deretan rak buku sambil membuka halaman demi halaman komik favoritnya.

"Saya mulai ke sini sejak SD, sekitar tahun 95-an, karena rumah saya di gang yang sama. Karena setiap hari ke sini, akhirnya saya diajak bantu-bantu beresin dan jaga buku sama bapak. Sekarang setelah dewasa juga masih rutin kesini, jadi salah satu admin penjaga," katanya sambil terkekeh.

Melihat kondisi kesulitan keuangan yang dialami Suparman, ia dan rekan-rekannya sesama penyuka bacaan klasik, menginisiasi gerakan pengumpulan sumbangan virtual.

"Jadi kita lihat kesulitan bapak yang keluar uang banyak tapi nggak ada pemasukan dari sewa buku. Rencananya kita mau bikin konsep kafe taman bacaan, jadi sambil nongkrong sambil baca-baca juga," tuturnya.

cimahiperpustakaankomikbukuviraltaman-bacaan-garuda

Berita wisata dan travel terkait

Lihat juga berita travel lainnya

Komentar

No results found.

Tulis Komentar

Math, for example, 45-12 = 33

Berita dan informasi terbaru

Berita Trending

Tips Wisata dan Travel