Cilacap - Lapas Nusakambangan di Cilacap menyimpan banyak kisah. Oleh masyarakat setempat, itu semua diingat lewat banyak cerita.
Bicara tentang Nusakambangan, pikiran pasti akan langsung mengarah ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) berkeamanan tinggi untuk napi narkoba kelas kakap. Namun, ada banyak cerita soal lapas yang kerap disebut Alcatraznya Indonesia itu.
Dalam kunjungan detikcom ke Cilacap di Jawa Tengah pekan lalu, tak sedikit warga setempat yang menuturkan sejumlah kisah tentang penjara nomor wahid itu. Salah satunya adalah Dendy Sutrisno, warga lokal sekaligus pemandu wisata.
Dituturkan oleh Dendy, dulu ada masanya warga lokal bisa berkunjung ke Lapas Nusakambangan dengan mudah. Hanya harus diakui olehnya, kini hal itu tak dapat lagi dilakukan untuk alasan keamanan.
"Sekarang susah karena maraknya percobaan narkoba. Sipir sering jadi kurirnya," ujar Dendy.
Dendy pun juga membandingkan kondisi napi di lapas kini dengan nasib para tahanan penjajah Belanda yang dulu banyak disekap di Cilacap. Nasibnya sangat jauh berbeda.
"Kalau dulu tahanan Belanda sampai mati. Napi-napi sekarang sudah modern, karena mereka punya uang khususnya tahanan narkoba," pungkas Dendy.
Adapun, Lapas Nusakambangan juga kerap menjadi destinasi terakhir bagi napi narkoba kakap dan kelas berat lainnya. Salah satu yang terakhir dieksekusi adalah seorang bandar narkoba kelas kakap.
"Terakhir Freddy Budiman eksekusi, 185 lagi yang menunggu hukuman mati. Biasanya dari narkoba," cerita Dendy.
Tak hanya Freddy, napa pesohor negeri seperti Tommy Soeharto, Bob Hasan hingga almarhum Johny Indo dikabarkan pernah merumah di sana. Malah, dulu almarhum Johny Indo pernah melarikan diri dari lapas tersebut.
Namun, kondisi lapas yang berada di tengah hutan membuatnya sukar ditembus. Faktanya, Lapas Nusakambangan berada di sebuah pulau yang merupakan kawasan cagar alam yang alami.
"Habitat binatang buasnya masih, macan kumbang, babi hutan," ujar Dendy.
Yang lebih menarik, Dendy juga sempat terlibat dalam proses persiapan eksekusi salah satu napi di sana. Ia pun berbagi soal pengalamannya tersebut.
"Eksekusi di Lembah Nirbayan, lapangan kosong gitu di tengah hutan. Tiang eksekusi tidak permanen, dibikin dadakan," cerita Dendy.
Kisah menarik lan pun dituturkan oleh Kartum, pemandu sekaligus founder Komunitas Jelajah Budaya (KJB) yang juga adalah putra asli Cilacap. Dahulu, ia bahkan menjadikan Lapas Nusakambangan sebagai judul skripsinya.
"Dulu kalau bakal ada eksekusi pasti diberitahu dulu. Biasanya listrik mati, helikopter lewat bolak-balik. Mungkin itu prosedurnya," ujar Kartum.
Bahkan, dahulu ia pernah membawa rombongan wisata ke Pulau Nusakambangan jelang eksekusi. Diakuinya, situasi begitu mencekam.
"Waktu itu naik perahu, helikoper persis di atas kita. Diawasin. Ngeri banget suasananya," ujar Kartum.
Hanya apabila traveler ingin berwisata, Pulau Nusakambangan di luar area lapas terbuka untuk umum. Di Cagar Alam Nusakambangan Timur misalnya, ada peninggalan sejarah Benteng Karang Bolong hingga Pantai Pasir Putih.
Komentar
Tulis Komentar