Pariwisata baru akan berdampak apabila berhasil menyejahterakan pelakunya. Bukti keberhasilan itu pun bisa dilihat di Pasar Tiban, Boyolali.
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta sedang melaksanakan kegiatan Pelatihan Penelitian Sosial di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Menetap selama 8 hari di rumah-rumah warga, 164 mahasiswa angkatan 2017 dari Prodi Sosiologi dan Prodi Pendidikan Sosiologi mengobservasi, wawancara, serta mempelajari berbagai isu sosial desa.
Kecamatan ini dibelah jalan Magelang - Boyolali, dengan waktu tempuh kendaraan sekitar 30 menit dari Simpang Lima Boyolali. Satu pelajaran penting dari desa-desa di kecamatan Selo adalah: Menjadi modern tidak perlu menanggalkan identitas. Warga desa masih melestarikan pertanian dan perkebunan yang selama ini menjadi motor perekonomian.
Beragam produk sayur-mayur di tanam dan dipanen setiap bulan hingga musim kemarau tiba. Saat musim kemarau pun warga desa berlomba-lomba menanam tembakau, komoditas yang nilai ekonominya paling besar bagi warga Selo.
Pariwisata menjadi sumber ekonomi baru bagi warga Selo. Posisi kecamatan yang strategis, diantara gunung Merapi dan gunung Merbabu, sudah menjadi magnet bagi wisatawan berbagai daerah untuk berkunjung.
Warga desa hanya perlu berinovasi untuk membuat pengunjung menetap lebih lama di desa. Mereka punya beberapa, salah satu yang menarik perhatian adalah Pasar Tiban di Desa Samiran.
Pasar Tiban adalah pasar rakyat yang menjajakan makanan dan buah tangan khas warga Selo. Pasar ini diadakan saat ada rombongan tamu yang berkunjung dan membeli paket desa wisata.
Kombinasi jajanan khas Selo dan atraksi seni budaya meninggalkan kesan lebih saat menikmati keindahan gunung Merapi. Keunikan pasar ini bukan hanya komoditas yang dijajakan, transaksi jual belinya juga menggunakan token berupa koin.
Koin ini berbahan batok kelapa yang nilainya setara dengan Rp 2.000. Untuk menghibur pengunjung yang berbelanja dan menyantap jajanan, anak-anak sanggar mempertontonkan atraksi tari tradisional dan menghangatkan suasana desa.
Warga Selo telah mengorganisir potensi wisata sebagai sumber ekonomi baru. Pasar tiban sendiri diselenggarakan sebagai upaya pemerataan ekonomi.
Semua penjual di Pasar Tiban adalah warga lokal yang tidak memiliki homestay. Mereka diberikan kesempatan untuk mendapatkan rejeki dari wisatawan yang telah menginap di homestay milik warga setempat.
Semua penjual tidak dipungut biaya okeh pokdarwis. Bagi hasil berlangsung saat penjual menukarkan kembali koin batok yang mereka kumpulkan dari pembeli kepada pengelola pokdarwis.
Tanah subur dan kekayaan budaya adalah modal kemakmuran. Pembangunan desa menjadi berkelanjutan bila diarahkan untuk mengembangkan kedua modal tersebut sebagai roda ekonomi desa. Inilah pelajaran dari warga Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Komentar
Tulis Komentar