Banyak cara dilakukan para pendaki untuk merayakan Hari Kemerdekaan. Salah satunya ikut upacara bendera di Gunung Lawu. Gatot Kaca dan Wiro Sableng pun ikut.
Banyak cara dilakukan bangsa Indonesia untuk memeriahkan hari kemerdekaan, salah satunya dengan upacara bendera. Biasanya upacara diadakan di lapangan, namun bagaimana rasanya jika upacara dilaksanakan di ketinggian 3100 meter di atas permukaan laut?
Meriahnya upacara bendera di Tlogo Kuning.
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, di Gunung Lawu selalu diadakan upacara bendera di puncak untuk memperingati kemerdekaan Republik Indonesia. Acara ini diinisiai oleh relawan Anak Gunung Lawu (AGL) yang mengelola jalur pendakian Cemoro Kandang. Gunung Lawu sendiri setidaknya memiliki lima jalur resmi, salah satu yang paling populer adalah jalur Cemoro Kandang di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Estimasi perjalanan dari basecamp Cemoro Kandang hingga ke puncak, normalnya sekitar 7-8 jam melalui jalur tanah dan berbatu. Jadi usahakan berangkat mulai dari tanggal 16 Agustus, sehingga pada tanggal 17 nya sudah siap untuk melakukan upacara bendera.
Pembacaan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Lokasi pengibaran benderanya ini berada di Tlogo Kuning yang letaknya sebelah tenggara puncak Hargo Dumilah. Untuk mencapai lokasi ini, kita diharuskan naik ke puncak terlebih dahulu, lalu turun ke tempat lapang yang sangat luas dan terlihat jelas sekali dari puncak. Perjalanan dari puncak ke bawah hanya membutuhkan waktu sekitar 7 menit.
Tlogo Kuning ini sebenarnya merupakan bekas kawah Lawu purba, namun kini telah mati dan menjadi tanah lapang. Dinamakan Tlogo Kuning karena pada musim hujan akan muncul genangan air yang cukup luas mirip seperti telaga. Sedangkan kuning dikarenakan rumputnya terlihat menguning.
Yang di puncak ikut hormat saat bendera dikibarkan.
Upacara bendera dimulai pada pukul 08.00. Peserta yang hadir sebagian besar adalah para pendaki Gunung Lawu, sedangkan yang menjadi petugas upacara merupakan gabungan dari unsur relawan Gunung Lawu, Tim SAR, PMI, Mapala, dan juga anggota Pramuka. Meskipun perlengkapan upacaranya terlihat sederhana, hal ini tak menyurutkan para pendaki untuk bergabung mengikuti upacara.
Suasana hikmat dan jadi haru tatkala lagu Indonesia Raya dikumandangkan bersama pengibaran bendera Merah Putih. Semua peserta ikut menyanyikan dengan bangga, bahkan para pendaki yang masih berada di puncak pun turut serta hormat kepada bendera.
Tak lupa pula inspektur upacara mengingatkan para pendaki dalam amanatnya untuk selalu menjaga kebersihan Gunung Lawu dan mewanti-wanti tidak membuat perapian atau membuang puntung rokok sembarangan agar tidak terjadi kebakaran.
Inilah momen spesial yang ditunggu para pendaki. Karena menurut Soe Hok Gie sang pendaki legendaris, untuk menumbuhkan jiwa patriotisme dan menanamkan karakter kepemimpinan, salah satu caranya adalah dengan mendaki gunung.
Banyak pula cara lain untuk bersyukur dan mengekspresikan diri merayakan kemerdekaan ini, salah satunya adalah menggunakan kostum unik saat upacara. Ada kelompok pendaki dewasa yang memakai seragam SD, ada pula yang berdandan ala Bung Karno.
Anak-anak Sekolah Dasar yang berwajah tua ikut upacara juga.
Sedangkan saya sendiri mengenakan pakaian Gatot Kaca dan seorang teman saya mengenakan pakaian Wiro Sableng. Memang tak mudah untuk membawa perlengkapan tersebut dari bawah, apalagi berganti pakaian di gunung yang dingin. Namun jika sudah diniatkan, semua itu akan terlaksana, demi memeriahkan kemerdekaan RI.
Tak sampai situ, saya dan teman-teman memang punya misi sendiri untuk kampanye tentang kebersihan di gunung. Dengan mengenakan pakaian dari karakter tokoh Indonesia ini merupakan simbol perlawanan dari keburukan, salah satu keburukan pada masa kini adalah kurang sadarnya para pendaki akan sampahnya.
Mereka seenaknya meninggalkan sampah di gunung dan melakukan vandalisme. Dengan aksi ini kami mengajak para pendaki yang ditemui selama perjalanan untuk turut serta memungut sampah dan membawanya turun kembali. Hal itu terbukti cukup ampuh, mereka mulai bergerak bersama dan saling mengingatkan jika masih ada sampah yang tercecer.
Demi semakin membangkitkan semangat para pendaki agar bertanggungjawab terhadap lingkungannya, relawan AGL bekerjasama dengan sebuah brand peralatan outdoor, untuk memberikan hadiah kepada pendaki yang membawa sampahnya turun kembali.
Sampah-sampah yang dibawa turun itu bisa ditukarkan dengan hadiah seperti kaos, tas, topi, ataupun aksesoris pendakian lainnya. Syaratnya para pendaki cukup registrasi di posko Cemoro Kandang seperti biasanya dan turun kembali melalui jalur yang sama.
Memang benar kata Bung Karno, mengisi kemerdekaan ini jauh lebih sulit daripada merebutnya, karena yang dihadapi adalah bangsa sendiri. Semoga di usia Indonesia yang semakin dewasa ini turut pula mendewasakan pikiran para warga negaranya.
Komentar
Tulis Komentar